DiUnggah pada tanggal 19 Oktober 2017Film 'Ular Tangga' kisahnya bercerita tentang seorang wanita bernama Fina, mahasiswi berwatak serius dan memiliki poten
Trans7 menghadirkan film Indonesia malam ini layar kaca. Ada film horor Ular Tangga yang pernah tayang di layar lebar pada tahun 2017. Ular Tangga mengikuti kisah Fina, mahasiswi berpotensi indigo, memiliki firasat buruk. Hal itu terkait dengan rencana mendaki gunung tim pecinta alam kampusnya.
c Pengertian Permainan Ular Tangga Permainan ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah tangga atau ular yang menghubungkannya dengan kotak lain.
UlarTangga Healthy And Sickness. Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada tahun 1870.
viABSTRAK Hermawan, Dimas.2019. Pengembangan Media Ular Tangga Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Muatan IPS Kelas V SDN 1 Grobogan. Skripsi.
ChannelIni Adalah Channel Pengganti dari serial indo 1Jangan Lupa Like, Komen dan SubscribeTerima Kasih
AA A. JAKARTA - Ular Tangga menjadi film horor teranyar di awal tahun 2017. Film yang mengangkat misteri di Curug Barong, Bogor ini, tayang di bioskop 9 Maret 2017. Film ini dibintangi Shareefa Daanish, Vicky Monica, Ahmad Afandy, Fauzan Nasrul, Alessia Cestaro, Yova Gracia, Egy Fedli, Randa Septian, dan Tuti Kembang Mentari.
Hinggaakhirnya, mereka memutuskan untuk turun gunung. Namun segalanya telah terlambat lantaran telah bermain ulang tangga yang ditemukan di bawah pohon angker itu. Apakah mereka dapat meloloskan diri dari permaianan tersebut? Saksikan film Ular Tangga yang akan tayang malam ini di Trans TV pukul 22.00 WIB.
22.2 Pengertian Ular Tangga Ular tangga merupakan permainan anak-anak berbentuk papan yang dimainkan oleh dua orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil, ada sejumlah tangga atau ular digambar dibeberapa kotak yang menghubungkannya dengan kotak lain. Menurut Janah 2009 tidak ada standart papan dari permainan ular tangga.
Halitu terkait dengan rencana mendaki gunung tim pecinta alam kampusnya. Tim yang akan berangkat dalam pendakian itu dipimpin Bagas, kekasihnya. Bagas tidak percaya pada kekhawatiran Fina. Ia membujuk Fina untuk tetap berangkat bersama Martha, William, Dodoy, dan Lani. Perjalanan mereka dibantu Gina, pendaki dan penunjuk jalan yang berpengalaman.
Vtuh3VP. Kids jaman old pasti tahu dengan permainan ular tangga. Dalam board game ini, kita menjalankan bidak / pion pilihan kita melalui kotak demi kotak hingga mencapai garis finish di kotak ke-100. Pada kotak tertentu, terdapat gambar tangga dan ular. Jika tiba di gambar tangga, maka bidak kita bisa langsung naik ke kotak yang ada di ujung atas tangga. Sebaliknya, jika sampai di kotak bergambar ular, maka pion kita harus meluncur turun ke ujung kepala ular di bagian di tahun 2017, ada sebuah film horor lokal besutan Arie Azis, sutradara trilogi Arwah Tumbal Nyai, yang berjudul “Ular Tangga”. Penasaran jadinya, seperti apa sih filmnya. Apa bakal membawa unsur-unsur permainan tersebut ke dalam cerita misteri bernuansa horor? Atau ujung-ujungnya hanya sebagai marketing gimmick, sekedar membuat kita jadi kepo dan tergoda untuk menontonnya? Simak deh sinopsis dan review singkatnya di SingkatVina diperankan oleh Vicky Monica memiliki firasat buruk melalui mimpi-mimpinya belakangan. Hal tersebut berhubungan dengan rencana mendaki gunung bersama tim pecinta alam di kampusnya yang dipimpin oleh Bagas diperankan oleh Ahmad Affandy. Pun begitu, Bagas tidak terlalu mempedulikan kekhawatiran Vina dan tetap membujuknya untuk melanjutkan rencana mereka bersama dengan Martha diperankan oleh Alessia Cestaro, William diperankan oleh Fauzan Nasrul, Dodoy diperankan oleh Randa Septian, dan Lani diperankan oleh Yova Gracia.Di titik awal pendakian, mereka bertemu dengan Gina diperankan oleh Shareefa Daanish, pendaki berpengalaman yang sebelumnya sudah diminta Bagas untuk membantu mengantar mereka hingga Pos 1. Sebelum berpisah, Gina mengingatkan mereka agar mengikuti jalur yang sudah ditetapkan. Peringatan tersebut dilanggar oleh Bagas dkk dan berujung pada petualangan yang penuh misteri dan teror gaib, bahkan mengancam nyawa mereka. Dapatkah mereka keluar dari semua itu dan kembali dengan selamat?Tanggal Rilis 9 Maret 2017 Durasi 90 menit Sutradara Arie Azis Produser Tommy Soemarni Penulis Naskah Mia Amalia Produksi Lingkar Karya Pratama Pemain Shareefa Daanish, Vicky Monica, Ahmad Affandy, Fauzan Nasrul, Alessia Cestaro, Yova Gracia, Randa Septian, Egi Fedly, Tuti Kembang Mentari, Yafi Tessa Zahara, Atiyah, Roy Marten, Guntur TriyogaReview SingkatWARNING! Tulisan di bawah ini mengandung SPOILER!!!Film dibuka dengan mimpi buruk yang dialami Vina dan berlanjut pada dirinya yang gelisah memikirkan mimpi tersebut. Vina lantas menanyakan perihal mimpi dan keterkaitannya dengan firasat serta makhluk gaib pada dosen psikologinya yang diperankan oleh Roy Marten. Bagian ini memakan durasi yang lumayan panjang sehingga mau tidak mau saya merasa film “Ular Tangga” ini ada hubungannya dengan tidak salah. Mulai dari mimpi yang berujung jadi nyata / petunjuk hingga out of body expererience. Sayang tidak menyertakan lucid dreaming mimpi dalam mimpi yang acap ditemui di film horor. Supaya lebih komplit di sinilah letak permasalahannya. Permainan ular tangga yang diangkat menjadi judul dan sudah seharusnya mendapat porsi lebih besar nyatanya tidak terlalu dikulik. Alih-alih membawa cerita ke nuansa misteri psikologis penuh kejutan yang sangat cocok dengan permainan tersebut, sutradara Arie Azis terjebak pada penggarapan film horor yang begitu-begitu saja. Seandainya diganti dengan permainan monopoli atau ludo rasanya juga tidak terlalu banyak memang masih ada. But not in a good mapala dalam film diceritakan sudah berulang kali melakukan pendakian. Orang-orang yang sudah sering menjelajah gunung pasti tahu bahwa area tersebut kental dengan hal gaib. Larangan atau pantangan yang ada sebaiknya dituruti. Di film ini, Bagas dkk dengan mudahnya melanggar hal lain adalah karakter Vina yang menurut saya tidak konsisten. Terkadang ia terlihat kebingungan, di lain waktu ia terlihat bagai pemimpin yang tahu pasti apa yang harus mereka semua lakukan agar bisa selamat. Adegan mimpi di awal yang disajikan di layar juga tidak membantu menguatkan kemampuan Vina yang digambarkan tahu semua yang bakal terjadi lewat mimpi-mimpinya. Kenapa? Karena adegan pada mimpi tersebut sama sekali tidak terjadi saat mereka terjebak di tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan pada Bagas saat Vina menemuinya di alam gaib. Yang jelas, cukup mengejutkan juga ketika setelah itu Vina bisa menemukan tubuh ketiga orang temannya yang hilang dengan relatif mudah. Apa mungkin Bagas memberitahu ancer-ancer posisi mereka? Atau lubang pada cerita?Dari segi horor, “Ular Tangga” sebenarnya nyaris berhasil. Nyereminnya sih tidak terlalu. Tapi hampir semua penampakannya on the spot, sesuai porsi dan tidak lebay. Yang berlebihan justru efek suaranya, yang mau tidak mau harus dimaklumi mengingat film-film di tahun 2017 memang masih belum pede dengan jump scare mereka paling bikin pusing adalah twist di ending. Sama sekali tidak jelas. Adegan flashback yang mungkin diharapkan bisa menjadi petunjuk dari twist tersebut sama sekali tidak membantu. Adegan Vina yang digambarkan salah perhitungan waktu karena jamnya mati juga tidak terlalu untuk karakter, pada dasarnya film ini adalah tentang Vina dan firasatnya. Tidak perlu protes dengan keberadaan karakter-karakter lain yang seolah hanya tempelan tanpa ada kepribadian yang kuat. Satu-satunya karakter pendukung yang ada gunanya mungkin adalah William, mengingat dia yang selalu kebagian tugas gotong-gotong barang dan teman-temannya, Tangga” menambah panjang deretan film horor lokal yang menawarkan ide segar tapi keteteran dalam mewujudkannya sebagai sebuah cerita yang utuh dan berkualitas. Begitu papan permainan ular tangga hadir, saya sempat berharap ceritanya akan berlanjut ala ala Jumanji namun dengan sentuhan horor lokal. Sayangnya tidak. Si penulis naskah mungkin terlalu malas untuk memikirkan hal serumit itu. Jalur cepat yang conventional dan membosankan yang pada akhirnya Satu untuk idenya, satu untuk animasi papan permainan di menjelang akhir, satu lagi untuk akting Shareefa Daanish yang terbatas tapi mampu mencuri perhatian. Ok Google, artikel ini dimodifikasi terakhir pada tanggal April 18, 2020. Tema artikel yang berhubungan adalah Film Horor, Review Film,Cosa ArandaCosa Aranda adalah blogger profesional dari kota Surabaya yang sudah berkecimpung di dunia bisnis online sejak tahun 2005. Sempat beberapa kali menjadi pembicara seminar dan mengadakan workshop pada periode tahun 2007-2010. Saat ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggeluti hobi dan passionnya di bidang travelling, hiburan, serta permainan arcade. Bisa ditemui di Facebook jika ingin berkenalan.
pada 12/9/2022 - jumlah 324 hits Sinopsis Filem Ular TanggaKisah ini berawal dari mimpi Fina yang mendapat mimpi buruk dalam pendakian yang akan dilakukan Fina diketahui memiliki kekuatan merasakan dan melihat makhluk tak kasar mata atau indigo Fina berusaha meyakinkan fir... Kempen Promosi dan Iklan Kami memerlukan jasa baik anda untuk menyokong kempen pengiklanan dalam website kami. Serba sedikit anda telah membantu kami untuk mengekalkan servis percuma aggregating ini kepada semua. Anda juga boleh memberikan sumbangan anda kepada kami dengan menghubungi kami di sini
“Virtue always pays and vice always punished” Dunia permainan ular tangga sejatinya adalah dunia peradilan yang teramat adil. Pada puncaknya kita akan mendapat hadiah, kita naik tangga buat meraihnya. Hukuman permainan ini adalah apabia kita menyentuh ekor ular, dan meluncur turun, menjauh dari puncak. Ini adalah permainan anak-anak yang enggak sekadar permainan keberuntungan. Pada papan permainannya sendiri, tangga biasanya diikuti ilustrasi tokoh kartun yang melambangkan kebaikan, sedangkan ular diikuti oleh tindak tokoh yang berkonotasi degradasi, keserimpet kulit pisang yang dibuangnya sendiri, misalnya. Ada pesan moral dalam ular tangga. Berakar dari kebudayaan India, ular tangga mempunyai metafora yang lebih luas lagi. Di sana, permainan ini diasosiasikan dengan karma. Pembebasan dan emansipasi. Setiap kolom tangga melambangkan sifat kebajikan dan kolom ular represents sifat terburuk manusia. Naik tangga berarti melakukan kebaikan dan kita akan mendapat reward. Do bad things, kita bisa saja berakhir dengan mengulang langkah dari awal. Seluruh perjalanan dalam ular tangga, aslinya, adalah perjalanan mencapai nirwana. Dude, that’s deep. Sayangnya, tidak ada satupun mitologi ataupun simbolisme permainan ular tangga yang disangkutpautkan ama film Ular Tangga garapan Arie Azis. Ini adalah film tentang board game yang nyaris nothing to do with the actual game. Maksudku, kita bahkan enggak nemu ular tangga hingga menit ke tiga puluh. Sedari menit awal film malah dengan gencarnya memaparkan soal mimpi dan mekanisme dunia dalam cerita, yang enggak pernah benar-benar make sense. Usaha make believe film ini gagal total karena ceritanya tidak punya lapisan apapun. Film horor ini MELEWATKAN KESEMPATAN YANG LUAR BIASA BESAR dengan tema yang mestinya bisa diolah menjadi cerita psikologikal dan spiritual. But walaupun horor, film ini enggak ada seram-seramnya sama sekali. Dan karakter-karakternya, hehehe.. karakter apaaan? There is no single soul in the movie yang bisa bikin kita peduli. Aku suka banget permainan ular tangga. Aku sering bikin sendiri pake kertas buku kotak-kotak buat dimainin sama keluarga kalo lagi pulang libur lebaran. Ular tangga yang aku bikin biasanya pake tema mash up dari video game ataupun film kartun, misalnya Pokemon. Makanya aku jadi ngebet nonton film ini. Meski begitu aku juga sadar reputasi film horor Indonesia yang masih muter-muter di tempat. Jadi, aku masuk ke bioskop dengan keadaan jantung yang sudah siap banget buat dikaget-kagetin. Mungkin karena udah berprasangka buruk duluan itulah, alih-alih berasa happy kayak abis naik tangga, aku malah merasa merosot di punggung ular turun jauuuuhh banget setelah beberapa menit duduk menonton film ini. my favorite landing spot balik ke start! Ular Tangga menceritakan tentang sekelompok anak muda pecinta alam yang pergi naik gunung buat ngeliat sun rise. Kisahnya sendiri kata posternya diangkat dari kejadian nyata di Curug Barong, tapi kita enggak ngeliat curugnya, jadi aku enggak tahu seberapa besar porsi cerita-beneran film ini. Premis yang mendasari cerita sangat sederhana; pengen naik gunung, hambatannya adalah mereka nyasar dan kemudian menemukan permainan ular tangga dari kayu yang membawa petaka meminta jiwa. Cara ringkas jelasin film ini adalah banyangkan film The Forest 2016 dengan elemen Insidious. Tokoh utama kita, Fina so boring sehingga Vicky Monica tidak bisa sekalipun kelihatan meyakinkan, adalah orang yang punya bakat indigo. Dia mendapat penglihatan tentang keselamatan teman-temannya. Dia juga berkomunikasi dengan dua hantu anak kecil. Dengan belajar menggunakan kemampuannya tersebutlah, Fina memecahkan misteri di balik semua kejadian gak make sense yang menimpanya. -Naik gunung. -Ular tangga ada NAIK tangganya. -Ular melambangkan setan. Semua koneksi sederhana terhampar di sana, tinggal nyambungin. Dan film ini entah bagaimana bisa gagal melihatnya! Hasilnya kita mendapat cerita luar biasa poornya sehingga memanggil dirinya film adalah pujian yang terlalu manis. Film ini begitu enggak kompeten dan sangat males sehingga penulisannya terasa kayak dikerjakan oleh anak kecil. I dunno, mungkin dua hantu cilik di film ini bosen main ular tangga dan memutuskan untuk ngetik naskah, dan tidak ada yang beranjak untuk melarang mereka. Dialog seadanya, tidak berbobot, dan cenderung bikin kita ngikik. At one time si tokoh cowok jagoan bilang gini “Kotak ini pasti penting” dan dia melanjutkan kalimatnya dengan “Kita buka besok” tanpa rasa bersalah whatsoever hhihi. I mean, kalo memang penting, kenapa ngebukanya mesti nunggu ampe besookk???? Tidak ada effort dalam narasi film ini. Antara plot poin, ceritanya tinggal meloncat-loncat gampang banget. The whole actual script sepertinya memang cuma sesederhana mereka naik gunung -> nyasar ke rumah tua -> ngikutin hantu -> dapetin ular tangga. Mimpi dan jump scares adalah kombinasi maut yang justru jadi senjata utama film ini. Environment enggak pernah dimanfaatkan sehingga hutan yang mengurung mereka jadi sama membosankannya dengan para tokoh yang ada. Tidak ada motivasi pada tokoh-tokohnya, terutama yang bernapas. Mereka cuma going around ngelakuin pilihan-pilihan yang dogol. Aku enggak bisa mutusin mana yang lebih bloon antara masuk ke rumah tua, atau setelah masuk malah milih tidur di pekarangan rumahnya. Tidak ada stake. Tidak ada development. Tokoh yang diperankan Alessia Cestaro yang nyebut hutan dengan “hyutan” diperlihatkan jutek ama tokoh Shareefa Daanish, namun tidak pernah dibahas kenapa dan apa alasannya, lantas mereka jadi saling bersikap normal begitu saja. Tidak ada arc yang dibangun. Kita tidak tahu siapa tokoh-tokoh ini, hubungan mereka secara personal. Para pemainnya cuma punya satu job; tampak ketakutan, dan mereka semua gagal mengerjakan tugas mereka. Tidak ada emosi tersampaikan. Dalam film ini ada penampilan dari beberapa aktor yang cukup mumpuni, namun mereka hanya diutilize sebagai tokoh pemberi info. Pengecualiannya si Shareefa Daanish. Dia terlihat kompeten enough memainkan tokoh seadanya. Film ini nekat masukin twist, yang saking maksainnya, malah terasa kayak mereka sadar cerita mereka boring dan belokin cerita dengan harapan para penonton enggak menduga. Namun memang soal twist tersebut masih bisa aku maafkan, lantaran it eventually leads us ke adegan yang paling ingin kita lihat seantero durasi film; aku yakin orang-orang yang tertarik nonton film ini pasti ingin liat this particular scene; Shareefa Danish ngelakuin hal yang creepy! Joget Lingsir Wengi Jam rusak yang mati pun sesungguhnya benar dua kali dalam sehari. Selain the very last scene, ada satu dua shot film ini yang terlihat cukup meyakinkan. Aku suka momen ketika tokohnya Shareefa Daanish duduk di ruangan penuh lilin, di sana ada lemari yang punya cermin, dan tampak sosok hantu nenek pada pantulan cermin tersebut. Shot pohon besar dan adegan ketika Fina berjalan dengan lentera juga lumayan surreal. Namun buat sebagian besar film, production designnya terkesan amatir. Enggak detil. Aku enggak tau kalo cekikan bisa menimbulkan luka sayatan pada leher. Memilih untuk menggunaan efek praktikal buat sebagian hantu sesungguhnya adalah usaha yang patut diacungi jempol, hanya saja eksekusinya terlihat agak kasar. Film ini berusaha menggabungkannya dengan efek komputer, resulting penampakan yang enggak mulus. Kelebatan hantu malah jadi komikal dengan gerakan yang dipercepat dengan over. Editingnya juga terasa enggak klop. Film ini menggunakan tone warna keabuan yang mungkin buat menimbulkan efek misterius. Lagu pengisi yang digunakan, tho, terkadang terasa berbenturan keras dengan nuansa yang dibangun. Film ini sepertinya sudah turut siap untuk diputar di televisi karena ada beberapa jeda yang seolah sengaja dijadikan slot buat pariwara. Fina dan teman-temannya melanggar batas wilayah yang seharusnya tidak boleh dimasuki oleh penjelajah. Sama seperti filmnya yang melanggar satu garis batasan yang semestinya dihindari jauh-jauh oleh film horor. Yakni menjadi gak-sengaja lucu. Ada banyak momen ketika tawa malah memenuhi studio bioskop tempat aku menonton, misalnya ketika salah satu teman Fina kepayahan menggotong tubuh rekannya. Atau ketika tangan hantu anak kecil itu dipegang oleh mereka. Buatku ada satu momen yang bikin aku kesulitan berhenti terbahak, yaitu ketika kamera memperlihatkan peta pendakian gunung yang Fina dan teman-teman bawa. PETANYA KAYAK PETA DI UNDANGAN NIKAHAN!!! Hahahaha.. Gak heran kenapa mereka tersesat. Gak heran perasaan Fina enggak enak about perjalanan mereka. Kocak banget mereka mampu nyediain papan kayu ular tangga tapi enggak bisa ngasih peta yang lebih proper. It’s just a lazyness, people! Nyaris tidak ada redeeming quality, film ini kalo dijadiin permainan ular tangga pastilah isinya ular melulu. Cuma ada satu tangga pendek. Adalah sebuah problem besar jika film horor malah jatohnya unintentionally funny dan enggak seram. Penulisan, penokohan, penampilan, semuanya terlihat tidak kompeten. Tidak ada bobot apapun. Mungkin diniatkan sebagai petualangan horor, tapi gagal dalam penyampaian. Film ini melewatkan kesempatan yang begitu besar karena Ouija Origin of Evil 2016 sudah membuktikan board game bisa dijadikan materi horor yang compelling jika digarap dengan sungguh-sungguh dan enggak males. The Palace of Wisdom gives setengah dari kocokan dadu snake eyes’ for ULAR TANGGA. 1 out of 10 gold stars! That’s all we have for now. Remember, in life there are winners. And there are losers.